Tuesday, May 6, 2008

Berterima kasihlah suami
Hubungan suami istri adalah sangat unik. Di satu pihak ada seseorang yang mendambakan untuk memiliki seorang istri di lain pihak pernikahan hanya menyebabkan kebebasan seseorang menjadi terbatas, terkekang dan menjadi neraka (dalam tanda petik). Tulisan ini dibuat untuk para suami tentang para isteri. Dari seorang suami.
Persiapan awal
Wahai para suami, ketahuilah bahwa istri-istrimu sudah mempersiapkan diri sejak lama untuk menjadi pendampingmu. Mereka telah belajar menjadi ibu yang baik dari semenjak balita (fitrah). Mereka menyukai boneka, membayangkan dan belajar mengasuh bayi seperti ibu mereka yang mengasuh mereka. Mereka belajar kebersihan rumah belajar memasak, belajar segalanya, hanya demi hari ketika engkau menyuntingnya sebagai istri. Mereka belajar memasak agar engkau suka dengan masakannya dan menghemat kewajiban pengeluaranmu. Mereka menjaga diri dan hijabnya (meski dengan resiko dicemooh dan dikucilkan) semua dipersembahkan saat engkau menjadi suaminya. Tak seorangpun dia perbolehkan menyentuh, bahkan melihat kecuali suaminya kelak. Meski engkau tergolong nakal. Tetapi mereka tidak. Merekalah yang menyebabkan dunia dan agama ini tetap tegak. Tanpa keteguhan mereka menjaga diri maka kehancuran generasi sekarang dan mendatang tak dapat dihindari (cobalah berpikir sejenak...).
Mereka belajar berdandan untuk menyenangkanmu. Mereka belajar perilaku agar dapat cepat menyesuaikan diri dengan mu. Mereka belajar pengetahuan agar nyambung bila kau ajak ngobrol. Mereka mempelajari kehidupan dan jalan-jalan yang terbentang, agar dapat menjadi penasehatmu serta pembimbing anak-anakmu. Mereka belajar kesabaran dan ketabahan agar menjadi pelipurmu di saat engkau capek dan suntuk. Mempelajari perawatan diri agar engkau terpuaskan di rumah. Mereka menyukai dan belajar segala keindahan dan kesenian agar engkau tidak merasa bosan dan tersanjung. Sebelum bertemu engkau mereka telah melakukan banyak hal, semestinya engkau hargai mereka. Setiap bulan mereka diajarkan kesabaran luar biasa mengenai kesakitan, yang engkau tidak akan sanggup menanggungnya. Hal ini sebagai persiapan menghadapi kesakitan saat melahirkan anak-anakmu yang sakitnya antara hidup dan mati. Wahai para suami, kenalilah pengorbanan istrimu, bahkan sebelum engkau mengenal mereka. Bahkan mereka telah menerima ejekan tentang olokan sebaya mereka karena pilihan mereka. Mereka siap dikatakan kolot, ketinggalan jaman, jaman emansipasi, tak tahu dunia, dst. Demi untuk dirimu saat ini.
Meninggalkan pengayom pasti
Bahkan ketika menyunting mereka, mereka siap untuk hidup dengan orang yang sama sekali tidak mereka kenal. Bahkan saat berkenalan mereka tahu bahwa engkau memakai seribu topeng agar mereka tak melihat kebusukanmu. Saat engkau meminta hidup bersamamu mereka tahu bahwa mereka hidup dengan orang yang asing. Mereka tak tahu sifat aslimu yang suka marah, suka menyepelekan, suka ngambek, bahkan sesekali suka memukul. Tetapi mereka siap untuk itu semua demi dirimu. Mereka meninggalkan orang tua mereka yang merupakan sumber kasih sayang semenjak bayi, demi orang yang mungkin tidak menyayangi sepenuh hati, kadang hanya demi pemuas saja. Mereka meninggalkan pengayom pasti menuju seseorang yang mungkin akan selalu menyakitkan hati mereka. Mereka meninggalkan sahabat-sahabat karib mereka, teman curahan hati, teman berbagi yang sudah teruji. Mereka harus meninggalkan belahan hati, saudara-saudari mereka yang selalu melindungi dan mendukung mereka. Bahkan mereka harus meninggalkan orang tua mereka yang tidak dapat digambarkan lagi pengorbanannya, seakan-akan tuhan bagi anak-anaknya. Semua itu dilakukan demi dirimu. Yang di saat berkenalan bersifat munafik. Demi engkau yang selalu mengeluhkan perilakunya di depan teman-temanmu. Demi engkau yang selalu menggunjing masakan dan dandanannya di depan saudaramu. Demi engkau yang terkadang mengabaikan mereka dan marah-marah tanpa sebab jelas. Demi engkau yang selalu menyakiti mereka. Demi engkau yang selalu memotong uang belanja mereka. Demi engkau yang tingkahnya kayak anak kecil tak tahu terima kasih. Demi engkau yang selalu menghamburkan harta untuk tujuan tak jelas, sementara di rumah kekurangan. Demi engkau yang tidak tahu berterima kasih.
Bersiap dengan resiko
Alih alih engkau menghargai pengorbanan mereka. Engkau malah menghinakan mereka. Tak tahukah engkau? Ketika mereka menyatakan bersedia menikah denganmu, sebenarnya mereka tahu dan bersiap meninggalkan surganya menuju sarang serigala (seperti mu). Mereka sudah siap ketika harus engkau caci maki setiap hari karena kekesalan yang kau bawa dari tempat kerja. Mereka sudah siap menjadi bola yang selalu engkau tendang kesana kemari. Mereka sudah siap menuruti segala kemauan anehmu. Siap menahan lapar disaat engkau berpesta dengan teman mu. Siap menjadi pekerja yang bahkan tidak pernah engkau bayar untuk itu. Mereka siap melayanimu seakan engkau adalah rajanya, bahkan engkau malah mengaku sebagai tuhannya. Mereka siap menderita jika engkau tidak mampu memberi nafkah. Mereka siap membesarkan anak-anakmu yang mungkin engkau akan tinggalkan. Bahkan mereka siap menahan kesakitan-kesakitan yang sudah mereka dengar dan saksikan dari orang tua dan kerabat mereka. Kesakitan saat engkau menyentuh mereka. Kesakitan saat mengandung anakmu. Kesakitan saat melahirkan anak-anakmu. Bahkan kesakitan tak berujung, kesakitan hati karena kekecewaan atas mu dari janji-janji kosong yang pernah engkau ucapkan.
Sungguh mereka tidak mengenalmu dengan sesunggunya, tetapi mereka mengambil resiko dengan menerima pinanganmu, hanya demi dirimu...
Menahan ego pribadi
Tahukah engkau bahwa setiap manusia mempunyai perasaan, pemikiran dan keinginan yang berbeda-beda. Dan seperti biasa engkau tidak merasa mereka adalah seperti dirimu. Engkau hanya memikirkan dirimu sendiri, membentuk keluarga sesuai dengan keinginanmu, tujuan hidupmu, cita rasa hatimu sendiri. Engkau paksa istri mu menuruti keinginanmu. Engkau hanguskan keinginan mereka. Engkau pendam cita-cita mereka. Engkau pupus harapan mereka dengan berbagai dalih dan argumen. Yang kadang kala engkau malah menjerumuskan mereka dengan cita-cita konyolmu. Selama ini mereka banyak mengalah demi dirimu. Mereka tidak meminta pakaian, meski engkau selalu berganti-ganti. Mereka tak pernah memegang uang kecuali untuk kepentingan seluruh keluarga, sementara engkau memiliki uang saku pribadi yang seandainya mereka tahu engkau marahi. Mereka selalu mengorbankan keinginan pribadi, demi kepuasan seluruh anggota keluarga, mengatur makanan mereka, pakaian, snack, dll. Tak pernah mereka gunakan uang belanja yang engkau berikan untuk kepentingan diri mereka sendiri. Sudah mati rasa ego pada diri mereka. Mereka sudah berhasil menundukkan diri mereka sendiri demi kepentingan keluarga. Bandingkan dengan dirimu.......
Meninggalkan idealisme diri
Wahai para perusak moral. Engkau telah menjauhkan isterimu dari jalan yang sudah baik yang mereka lakukan. Engkau mengatakan hal tersebut sebagai kampungan, orang tak mengerti, kolot, tak mengikuti perkembangan jaman, dsb. Tiap hari kau caci perilaku baik mereka. Tiap hari kau cemooh tindak tanduk mereka sebagai hal yang bodoh. Maka demi dirimu yang bodoh mereka akhirnya menyesuaikan diri. Mereka merubah pribadi mereka menjadi sesuai keinginanmu yang bodoh. Mereka bahkan sampai rela harus menjual akhirat mereka demi menuruti keinginanmu. Kau rusak kemanusiaan mereka. Kau buang sampai ke lembah kebinatangan. Kau hancurkan keindahan yang sudah mereka rajut semenjak kecil. Kecelakaan apa yang engkau timpakan kepada mereka. Engkau binatang yang berujud manusia. Janganlah engkau mengajak mereka menuju kebinatangan seperti dirimu. Jika diingatkan engkau malah marah-marah tak karuan. Kau merasa dirimulah yang paling benar, pengetahuanmu yang paling luas, tujuanmu yang paling realistis, angan-anganmu yang membawa kebahagiaan, dan metodemu yang paling mutakhir.
Manusia memang memiliki kemampuan untuk menjadi seperti apa. Dan hal itulah yang akan dipertanggung jawabkan di kemudian hari. Jika engkau merasa tidak ada hari perhitungan dan hari pembalasan, maka itu urusanmu. Jika engkau belum mendapatkan logika/sandaran akal mengenai kepastian akan datangnya hari perhitungan, maka itu juga menjadi pekerjaan rumahmu sendiri. Jika engkau belum berhasil menemukan tujuan diciptakan hidup dan kehidupan, maka itu adalah masalahmu. Tapi semua itu tidak menafikan adanya hari pembalasan, dikarenakan engkau belum berhasil membuktikannya. Alih-alih engkau terus berusaha mencarinya, engkau malah meyakininya sebagai tidak ada, palsu, semu dan nisbi. Engkau malah mengajak isterimu menuju kehancuran. Engkau mengajak mereka melangkah mundur. Mereka yang sudah mengetahui jati diri mereka engkau ajak kepada kekosongan yang engkau tawarakan. Ke tak bertujuan hidup yang engkau banggakan. Menuju kesenangan yang menjerumuskan yang engkau anggap sebagai tujuan. Betapa bodohnya engkau. Engkau yang bodoh mengajak mereka menuju kebodohan. Betapa kecelakaan diatas kecelakaan yang akan menimpamu. Engkau harus menanggung akibat kebodohanmu serta orang-orang yang engkau ajak menuju kebodohan. Pikirkanlah wahai para suami.........
Siap tidak capek
Seorang istri adalah pribadi yang sangat kuat. Dengan ketekunannya bahkan dia akan sanggup memindahkan gunung sedikit demi sedikit. Tidak kah engkau bayangkan betapa repot dan capeknya mereka. Sebelum engkau bangun, dia sudah rapi dan manis demi engkau agar engkau merasa senang. Dia sudah menyiapkan segala kebutuhan mu ketika baru bangun tidur. Handuk, kemeja, pakaian bersih sudah tersedia. Sarapan pagi pun sudah tersedia ketika engkau masih terlena dalam tidurmu. Anak-anakmu pun sudah dia buat wangi dan rapi ketika engkau masih nyeyak dalam lelapmu. Segala perlengkapan kantor mu sudah rapi dan bersih, seakan tak pernah dipakai. Sepatu, kaos kaki, tas, kemeja, dasi, celana, dll. Tak tahukah engkau siapa yang menyiapkannya. Ketika engkau berangkat meninggalkan rumah, engkau masih bisa istirahat sejenak di dalam kendaraan, tidur, sambil menunggu ke tempat kerja. Mendengarkan musik lewat HP atau bermain game melepaskan penat adalah salah satu kebiasaanmu. Sementara isteri mu, sesaat setelah engkau berangkat dia harus menyingsingkan baju. Membersihkan rumah agar selalu dalam keadaan bersih dan rapi serta sehat. Membersihkan dan mencuci pakain-pakaian seluruh anggota keluarga. Membeli segala kebutuhan masak dan makananmu. Memasak dengan anggaran yang engkau batasi, tetapi engkau menuntut selalu enak dan berganti-ganti menu. Mengurus segala keperluan anak-anakmu. Mendidik mereka, mengasuh mereka, mengawasi si kecil yang masih bayi. Tanpa ada kesempatan istirahat, tidur, mendengarkan musik, bersantai. Tak lagi memikirkan kepentingan pribadi, keluarga yang utama. Anak dan suami serta seluruh penghuni rumah menjadi tuannya. Kepentingan pribadi menjadi nomor kesekian.... Semuanya harus sudah siap ketika dibutuhkan. Ketika engkau datang, dia sudah segar kembali, mandi dan sudah wangi. Tak tampak tanda keletihan di wajahnya, agar engkau merasa senang. Hanya demi dirimu. Ketika engkau pulang engkau sudah mendapati semuanya tersedia. Rumah bersih dan harum. Anak-anak mu pun terurus rapi. Makanan, minuman dan cemilan kesukaanmu sudah siap disantap. Tidak kah engkau membayangkan, bahwa makhluk yang engkau pandang lemah mampu melakukannya semua. Setiap hari. Tak ada waktu istirahat atau hari libur. Bahkan dia pun harus tidur lebih malam, menunggu engkau dan anak-anakmu tidur terlebih dahulu. Engkau mungkin masih bisa istirahat, di kantor, di perjalanan, bahkan hari libur pun engkau tidak mau diganggu dengan alasan untuk beristirahat. Tetapi mereka tidak memilikinya. Engkau bahkan tidak mempedulikan kala mereka sakit, engkau tetap menuntut semuanya semua seperti sedia kala. Bahkan dikala mereka hamil anakmu engkau tetap menuntut hal yang sama.
Tidak ada istirahat, dan engkau pun tidak menghargainya sama sekali. Ketika engkau mencoba menggantikan tugasnya diwaktu hari libur, engkau baru merasakan kelelahan, padahal tidak semua tugas engkau gantikan, hanya beberapa saja. Engkau sudah mengeluh. Tidak kah engkau mampu membayangkan semua kesulitan dan kecapekan yang mereka derita... Tetapi engkau malah mengklaim dirimulah paling capek dan harus diperhatikan, dipijat, diurut, dibalsem, dilayani, dll. Tidakkah engkau memikirkan? Siapa sebenarnya yang lebih capek? Tak ada makhluk yang sangat kuat dan hebat dibanding para wanita.
Siap sakit hati
Ketika mereka memutuskan untuk menerimamu sebagai suami, mereka telah siap dengan resiko untuk sakit hati. Mereka tahu dikala masih berkenalan engkau banyak melakukan pura-pura, pura-pura baik, perhatian, sayang, tanggung jawab, dll. Mereka tahu bahwa semua itu engkau lakukan demi menarik hati mereka, dan menaklukkan mereka. Tetapi ketika mereka sudah menjadi isterimu, terbukalah semua belangmu yang selama ini selalu engkau tutupi. Engkau tak mampu membayangkan sakit hati mereka. Dengan janji-janji yang tak pernah engkau penuhi. Engkau selalu mengutamakan hubungan dengan keluargamu sendiri, sementara dengan keluarga isterimu engkau nomor sekiankan. Engkau malas bila diajak pulang ke rumah orang tuanya. Bahkan untuk bertemu saudara-saudaranya. Engkau selalu memenuhi kepentingan dirimu sendiri dengan dalih kepentingan keluarga. Engkau mengharuskan dia melayani segala kebutuhanmu dengan dalih sebagai kepala keluarga, sementara engkau tak pernah berpikir mengenai kebutuhannya. Sekarang engkau tak pernah mendengarkan segala keluhannya, keluhan tentang keluarga, tentang anak-anak, tentag kebersihan dan segalanya. Engkau biarkan jiwa yang dulu kau rayu-rayu menanggung segala beban hidup sendirian. Engkau malah marah-marah jika ada sesuatu yang mereka adukan kepadamu. Engkau malah meminta dia untuk lebih bersabar. Padahal mereka tak akan mengungkapkan keluhan padamu kecuali mereka yang sudah tak sanggup. Engkau bahkan menganggap dia sebagai pembantu mu, pemuas kebutuhan mu dan pendidik keturunanmu. Bagaimana engkau mampu membayangkan beban sakit hati mereka. Mereka engkau paksa mematikan rasa kesakitan hati (yang tak akan mungkin bisa dilakukan). Engkau seakan tuli atas rintihan mereka dimalam-malam hari pada Tuhan Nya. Engkau malah membiarkannya tanpa membantu berbagi seperti janji gombalmu dahulu.
Siap sakit fisik
Tak hanya hati yang engkau serang, bahkan secara fisik pun engkau melukainya. Engkau biarkan dia kecapaian. Engkau memaksa dia melakukan pekerjaan yang tak semestinya. Bahkan sekali waktu engkau bahkan memukulinya dengan alasan mendidiknya. Sungguh engkau telah menimpakan padanya banyak kecelakaan atas dirinya. Banyak kedukaan yang engkau paksa dia untuk menanggung. Engkau bahkan sering melecehkannya di depan saudara-saudara dan kerabatnya. Tak pernahkan engkau memikirkannya!

Mengalah selalu
Tak tahukah engkau dibalik sikap diamnya, dia selalu mengutamakan dirimu atas dirinya. Dia tak pernah mengeluh atas perlakuanmu. Tak pernah merasa kurang atas belanja yang engkau berikan, tak pernah merasa berat atas pekerjaan yang semestinya engkau lakukan. Bahkan untuk makan dan lauk pauk pun dia mengutamakan dirimu. Dia akan mengatakan sudah makan, untuk menutupi kekurangan lauk dari uang belanjamu hari itu. Dia akan mengutamakan keinginanmu dalam membelanjakan keuangan. Dia lebih mengutamakan keinginanmu membeli alat pancing, dibandingkan dengan kebutuhan akan sandang dan pangan yang masih kurang. Dia selalu menyetujui keinginanmu untuk membeli majalah, koran, raket, mainan, dan segala kesenanganmu yang semestinya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Bahkan dia tak malu untuk merendahkan diri dan mukanya saat harus berhutang kesana kemari untuk memenuhi kebutuhan pokok. Yang engkau bahkan tak pernah ambil pusing atas segala kekurangan itu akibat pemborosan mu. Wahai para suami yang tak punya hati, sampai kapan engkau terus membuat dia mengalah. Sudah fisiknya lemah dan lembut, kau paksa juga hatinya terus mengalah dan kalah. Lahir dan batin dia selalu engkau injak-injak. Tak adakah sedikit waktu untuk merenungkan! Bagaimana jika dia tak ada disisimu selama sehari, seminggu atau sebulan. Tidak kah engkau merasakan besarnya jasa dia. Atau haruskah dia meninggalkanmu selamanya baru engkau merasakannya! Wahai yang hatinya sudah membatu kapankah hatimu akan mencair? Haruskah kematian dia untuk memperingatimu akan kacaunya dirimu?
Beradaptasi
Engkau harus mengakui sadar atau tidak bahwa dia lebih hebat dari engkau? Dia sangat mudah menyesuaikan diri dimanapun engkau mengajaknya. Dia sangat pintar membawa diri dihadapan keluargamu, meski sering mereka meledeknya. Dan bahkan engkau pun tak urung ikut mengiyakannya. Dia selalu siap mendampingimu dimanapun engkau berada, dimanapun pilihan yang engkau tentukan. Sementara pilihanmu itu tak pernah memperhatikan keinginan dia. Keinginan untuk dekat dengan kampung halaman dan keluarganya. Engkau sering memaksa dia untuk menerima keadaan keluargamu, yang bahkan mungkin sangat sering menyakiti dia. Tetapi engkau sangat tidak mau mengerti tentang keadaan keluarga dia. Engkau tak pernah mendengar rintihan dia dalam beradaptasi dengan lingkungan dan keluarga yang engkau paksakan. Sementara dirimu dengan alasan kepala keluarga, alasan jarak, dan segala macam alasan tak mau untuk beradaptasi dengan lingkungan dan keluarga dia. Betapa naif dirimu...
Pendamping seumur hidup
Komitmen dia terhadapmu sangat tinggi. Dia tak pernah mengeluh untuk melayanimu. Di kala susah dan sengsara dia lah yang menjadi penghibur mu dan penguat semangat mu. Saat engkau sakit dialah yang mengurusmu. Saat engkau suntuk di kantor, dia menghiburmu. Bahkan sering menjadi lampiasan kemarahanmu akibat masalah itu. Tetapi dia tetap dewasa dan menerimanya dengan lapang. Di amenjadi penawar dan penyeimbang emosimu agar selalu stabil. Meski dia selalu menjadi pelampias emosi itu. Saat engkau butuh uang, dia memberimu pinjaman. Saat engkau lapar dia yang menyediakan dan menyuapimu. Saat engkau bingung dan tak tahu arah dialah yang memberi saran-saran pemecahan bagi dirimu. Dia juga menyiapkan segala keperluan hidupmu agar menjadi mudah, mulai mandi, makan, pakaian, perlengkapan kerja dan segalanya. Agar semuanya menjadi mudah untuk dirimu. Kini saat engkau sedikit kaya dan berkecukupan, engkau malah menyakiti hatinya. Engkau sering pulang malam dengan alasan tak karuan. Bahkan tak jarang main perempuan. Engkau bahkan membawa-bawa dalih agama dan perasaan untuk memuaskan ego dan nafsumu mencari pendamping kedua. Dengan kelakuanmu seperti itu bahkan engkau sangat tak layak melakukannya. Engkau tak pernah menggubris perasaan hatinya dan segala yang telah dia persembahkan untukmu. Engkau yang tak mengerti agama seakan menjadi seorang ustad dan kiai demi memuaskan syahwatmu. Sungguh betapa bejat dirimu... air susu dibalas air tuba. Madu secawan engkau balas dengan racun segudang. Betapa banyak derita yang engkau timpakan atas dia. Derita diatas derita. Duka dipendam duka. Luka disayat luka...
Duh..........
Hak diabaikan, kewajiban ditambah
Tak tahukah engkau bahwa wanita itu tidak memiliki kewajiban apapun atas engkau selain melayani kebutuhan mu setiap saat. Dia tidak wajib menyiapkan teh atau kopi untukmu. Dia tidak wajib menyiapkan makanan untuk mu. Dia pun tak wajib mencuci dan membersihkan pakaian mu dan rumahmu. Dia tidak berkewajiban bekerja saat engkau tak sanggup memenuhi kebutuhanmu. Dia tak memiliki kewajiban bahkan untuk memberikan air susu untuk anakmu. Engkaulah yang berkewajiban untuk semua itu. Bahkan engkau mestinya membayar untuk setiap tetes air susu yang diberikan untuk anakmu. Engkau tak berhak menuntut lebih dari yang merupakan kewajibannya. Tetapi dia dengan rela melakukannya untuk dirimu, tanpa dipungut biaya, dan menetapkan atas dirinya menjadi bagian dari kewajibannya. Sampai engkau lupa dan terbiasa seakan hal tersebut adalah merupakan bagian dari tugas dan kewajibannya. Sesungguhnya semua hal tersebut adalah merupakan sedekah dan kebaikan dirinya atas dirimu. Alih-alih engkau meringankan tugas dia, engkau malah menambah beban terus atas dia. Engkau paksa dia untuk menerima beban yang semakin hari semakin bertambah, dengan bertambahnya anak, usia dan kebutuhan.
Haruskah perpisahan menyadarkan dirimu.........
Haruskah kematian yang akan membangunkanmu.......
Haruskah tanah kubur yang menghidupkan hatimu......
Apakah engkau menunggu yang tak mungkin kembali.........
Apakah engkau menunggu adzab kubur untuk menyesali...
Apakah engkau menunggu saat siksa tak bertepi yang mengurung untuk memperbaiki diri....
Ilahi..... Hatiku telah tertutup
Dan nafsuku telah melingkupiku
Dan akalku dikalahkan
Dan hawa nafsuku mengalahkan ku
Betapa sedikit ketaatanku
Betapa banyak maksiatku
Lisanku telah tergadai dengan dosa-dosa
Bagaimanakah keadaanku wahai Penutup Aib?
Wahai Yang mengetahui yang gaib?
Wahai Yang menutupi keburukan..
Ighfiir Dzunuubi Kullaha..
Demi kemuliaan Muhammad dan keluarganya
Ya Ghaffar Ya Ghaffar Ya Ghaffar
Birohmatika ya Arhamar Rahimin